19 Nov 2012

Merayakan Natal di masa Advent (2): sebuah usul

Masih tentang merayakan Natal di masa Advent. Jadi kami sudah merancang suatu perayaan bagi muda-mudi Gereja dalam satu ressort. Melalui diskusi dengan beberapa teman, akhirnya kami sampai pada hal tentang sulitnya terpisahkan antara yang namanya Natal dengan lagu Malam Kudus yang dinyanyikan dengan penataan sedemikian rupa. Maksudnya, ketika lagu itu akan dinyanyikan maka lampu Gereja dipadamkan lebih dahulu dan lilin dipersiapkan di depan. Beberapa orang dipilih mewakili berbagai kategorial yang ada di Gereja dan maju untuk menyalakan lilin-lilin itu. Tentu maksudnya adalah untuk menyimbolkan arti kedatangan (kelahiran) Kristus Anak Allah ke dunia yang gelap dengan membawa terang ilahi.

Dunia yang gelap adalah pandangan umum Alkitab dalam melihat eksistensi dunia yang penuh dosa di hadapan Allah Sang Pencipta. Pandangan ini berada dalam ranah paham dualisme, sebab dibandingkan dengan 'eksistensi' Allah Pencipta yang kehadiranNya disaksikan Alkitab sebagai cahaya terang penuh kemuliaan. Maksud saya dualisme bukan untuk mensandingkan antara Allah dengan ciptaanNya sebagai yang patut diperbandingkan, melainkan berangkat juga dari terang yang merupakan salah satu ciptaanNya. Jadi pengenalan ini tidaklah berlebihan, selain juga sebagai yang diambil dari kesaksian Kitab Suci.

Jadi begitulah, kedatangan Kristus ke dunia diimani sebagai datangnya cahaya kemuliaan Allah Bapa yang akan mengusir kegelapan dari hidup manusia. Sungguh besar sukacita yang dihasilkan oleh berita ini, sehingga orang Kristen merayakannya dan menghadirkan kembali (merepresentasikan) kisah itu melalui simbol-simbol dalam liturgi. Simbol-simbol itu bisa berupa doa-doa khusus, dan bisa juga berupa tata cara perayaan seperti yang diterangkan di alinea pengantar di atas, beberapa Gereja juga menempatkan ikon maupun patung di gereja. (Tentunya masih ada banyak cara untuk ini.)

Dengan demikian, maka perayaan Natal dengan lagu Malam Kudus yang dinyanyikan dengan cara khusus (sambil menyalakan lilin dalam gelap) menjadi bermakna rohani yang dalam. Simbol itu merupakan pengakuan iman dari orang Kristen bahwa Kristus benar-benar telah datang untuk membebaskan umat manusia dari kegelapan, dari kuasa dosa dan maut. Jika boleh dipakai istilah sekuler, bagian ini merupakan point of attraction dari perayaan itu. Selanjutnya saya mau mengatakan, bahwa sesuatu yang bermakna dalam sudah seharusnya ditempatkan di posisi yang benar. Memang, bisa saja kita tidur nyenyak di sebuah tempat tidur yang ditempatkan di halaman rumah yang menghadap ke jalan, toh itu hanya tempat tidur dan sifatnya terletak pada fungsinya. Tapi orang akan merasakan makna yang sesungguhnya dari sebuah tempat tidur jika ditempatkan di kamar tidur, ruang di mana seseorang akan kembali kepada keheningan.

Kembali kepada diskusi kami tadi, akhirnya melalui pembicaraan ringan muncul sebuah ide bagaimana agar point of attraction dari sebuah perayaan Natal tidak begitu saja sirna. Sebab, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan jika dihilangkan secara tiba-tiba akan melahirkan perasaan yang kurang sempurna, kurang lengkap, kurang enak. Ide itu sederhana saja, hanya menggunakan satu bagian yang sudah ada dalam tata ibadah dan merancangnya sedemikian rupa. Jadi dari perlengkapan yang diberikan oleh seksi acara, ada satu bagian yaitu liturgi lilin-lilin kecil. Liturgi ini terdiri dari lima bacaan yang dibawakan oleh lima orang, yang masing-masing memegang satu buah lilin. Kelima lilin itu menggambarkan: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran dan kesetiaan. Dalam liturgi yang dibacakan secara bergantian itu diceritakan bagaimana kelima hal tadi telah padam dan hilang dari tengah-tengah umat manusia.

Setiap seorang selesai membacakan liturginya maka dia meniup lilinnya sampai padam, demikian selanjutnya hingga kelima lilin itu padam. Lalu lampu gereja turut dipadamkan, dan musikpun mengalun pelan. Kemudian protokol membacakan suatu ajakan kepada manusia agar bertobat, dan satu persatu lilin dinyalakan. Setiap satu lilin menyala maka yang memegang lilin itu akan berjalan menuju jemaat dan menyalakan lilin yang dipegang oleh jemaat. Demikian seterusnya hingga kelima lilin tadi menyala kembali dan semua lilin yang ada pada jemaat turut menyala, sementara lagu terus mengalun dan lampu gereja kembali dinyalakan. Tentu saja maknanya adalah ajakan agar umat menyalakan lagi kasihnya, sukacita, damai sejahtera, kesabaran dan kesetiaannya yang telah padam demi mempersiapkan diri menyambut kedatangan Kristus. Spiritualitas Advent.

Begitulah rencana itu, walaupun itu hanya berupa usul namun kiranya cara ini dapat menggantikan lagu Malam Kudus yang sepatutnya dinyanyikan pada masa Natal, bukan di masa Advent. Sehingga umat (kita) tidak merasa seakan-akan "Malam Kudus" yang indah dan penuh rahmat itu dirampas begitu saja dan kita tidak tahu mencarinya harus kemana. Tapi jika dirasa memang harus merayakan Natal pada masa Advent, dengan Liturgi Kelahiran Yesus Kristus dan lagu Malam Kudus, kiranya perayaan itu dimulai sesiang mungkin atau paling lama dimulai jam 15.00 WIB. Maksudnya, dengan begitu tidak akan ada bagian dalam liturgi itu di mana lampu dimatikan dan lilin dinyalakan dalam kegelapan :)

Tabe tu Esra Hutabarat dohot Donald Aritonang

untuk mendapatkan konsep contoh tata tertib acara adven klik di sini

Sent from my Nokia phone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang kita tulis merupakan apa yang kita katakan. Apa yang kita katakan keluar dari hati. Silakan berkata-kata dengan hati, sopan dan santun.