Minggu Misericordias Domini, 10 April 2016
Pujian, hormat, kemuliaan dan kuasa bagi Anak Domba Allah
Kita tahu, bahwa kitab Wahyu
dituliskan pada masa-masa sulit kekristenan di bawah pemerintahan kaisar Romawi
yang kejam. Ditambah lagi dengan tekanan masyarakat Yahudi yang jelas secara
umum tidak menyukai pengikut Kristus. Hal-hal tersebut memberangus kebebasan
pengikut Kristus dalam beribadah kepadaNya. Jangankan beribadah, menyebut nama
Tuhan saja tidak disukai oleh pemerintah dan masyarakat Romawi, begitu juga
dengan masyarakat Yahudi. Dalam hal ini mungkin kita bisa menarik ke kehidupan
beragama kita saat ini di negara kita Indonesia. Di mana banyak saudara kita
yang berlainan kepercayaan tidak menyukai kehadiran kita, terutama bila mereka
mengingat apalagi melihat kita beribadah.
Keadaan ini tentunya dapat
mengakibatkan frustasi bagi orang-orang Kristen pada saat itu. Kita dapat
membayangkan banyaknya orang yang menjadi takut beribadah, bahkan takut
menunjukkan identitasnya sebagai orang Kristen. Karena, akibat yang akan
diterima sungguh sangat berat, ada yang mencatat bahwa terkadang orang Kristen
diikat ke sebatang kayu dan dibakar untuk menjadi penerang ketika diadakan
pertandingan antara manusia dan binatang buas pada malam hari. Pertandingan ini
adalah semacam hiburan bagi kaisar dan para bangsawan.
Sungguh tidak akan cukup waktu
untuk membicarakan kekejaman yang dialami oleh pengikut Kristus pada zaman
sekitar kitab Wahyu ini ditulis. Namun yang menjadi penghiburan dan semangat
bagi kita pada saat ini mengingat hal tersebut adalah, di tengah situasi
tersebut kitab Wahyu muncul. Berarti pekerjaan Tuhan tidak berhenti di sana.
Ada orang yang dipakai untuk meneguhkan iman umat sezamannya, bahkan hingga
hari ini, dan kita percaya itu akan berlangsung sepanjang masa. Tuhan akan
tetap memakai kita untuk memberitakan InjilNya, tidak peduli kita orang kuat
atau lemah, orang bebas atau tertindas, Tuhan mampu memakai siapapun, kapanpun
dan di manapun. Terkhusus di zaman kitab Wahyu ini, tentu kita mahfum bahwa
yang dipakai Tuhan pada saat itu dari golongan lemah yang tertindas, dipakai
memberitakan Injil dengan cara yang dahsyat, yaitu penglihatan yang penuh
dengan gambaran kemuliaan Allah, meskipun umatnya dalam kondisi tertindas dan
tidak mempunyai kedudukan yang dihargai di masyarakat.
Pada Why. 5:11-14 ini diberitakan
bahwa Anak Domba, yang merujuk pada Yesus Kristus, tampil di hadapan
berlaksa-laksa bahkan beribu-ribu laksa malaikat, empat makhluk dan dua puluh
empat tua-tua. Sedikit saja yang mau saya perlihatkan di sini, yaitu tentang
Allah yang mengasihi orang-orang lemah, serta janjiNya akan meninggikan
orang-orang hina (seperti dalam nyanyian pujian Maria di Luk. 1:52, dan di
banyak tempat lain termasuk Yak. 4:10). Ada yang menafsirkan dua puluh empat
tua-tua itu sebagai lambang penggabungan dua belas suku Israel dan dua belas
murid Yesus, yang dipahami dalam konsep pengutusan atau perintah pemberitaan
Injil. Artinya keduapuluh empat tua-tua itu adalah jangkauan pemberitaan Injil
keselamatan yang dilaksanakan dengan optimal oleh bangsa dan orang-orang yang
dipilih Tuhan, keseluruhan pekerjaan Injil Tuhan di dunia ini. Nah, sekarang
mari kita lihat keberadaan empat makhluk (opat
parngolu, bnd. Yeh. 1:5 dst.). Keempat makhluk itu digambarkan yang pertama
sama seperti singa, yang kedua sama seperti anak lembu, yang ketiga bermuka
seperti manusia, yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang.
Dari beberapa sumber kita diberitahu bahwa keempat makhluk itu menyimbolkan
keperkasaan dan kekuatan yang ada di dunia ini. Singa mewakili hewan liar yang paling perkasa, anak lembu
mewakili hewan ternak yang paling
perkasa, burung nasar mewakili binantang terbang yang paling perkasa, dan
manusia yang paling perkasa dari semuanya. Lalu apa yang mau kita lihat?
Bahwa semua pekerjaan Tuhan hanya
akan menuju kepada satu orang, yaitu Yesus Kristus yang kita sebut Tuhan. Dan
semua kuasa dan kekuatan serta keperkasaan akhirnya akan tunduk di hadapanNya,
meskipun Dia digambarkan sebagai Anak Domba yang lemah dan tak punya kekuatan,
yang umumnya akan patuh saja ketika akan dibawa ke penjagalan. Juga kita tahu,
bahwa anak domba itu lemah dan sering menjadi mangsa binatang buas, tidak mampu
melawan selain pasrah saja. Tetapi itulah janji Allah kepada umatNya, kepada
yang setia kepadaNya meskipun banyak tantangan dan rintangan, bahkan kesusahan
yang dialami oleh karena nama Yesus (Mat. 10:22; 24:9, dan di tempat lain),
akan diberikan kemuliaan kelak.
Betapa Why. 5:11-14 ini memberi
kita kekuatan pada saat lemah dan tak berdaya, juga menjadi petunjuk bagi kita
untuk merendahkan diri jikapun kita sedang memiliki kuasa. Seperti pada nas
Epistel pada Mzm. 30:2-13, kita tahu betapa besar kuasa dan kekuatan raja Daud,
namun dia mengajak kita untuk merendahkan diri dan memuji Tuhan mengingat
besarnya kasih setia dan karunia Allah kepada kita. Belas kasihan Allah kita
jauh lebih besar daripada yang sanggup kita lakukan di dunia ini, sebab
kekuatan manusia silih berganti, dari seorang kepada orang lain, kita tidak
selamanya lemah, tidak selamanya kuat. Kasih setiaNya tetap, dari dulu hingga
sekarang.
Karena itu:
- Orang-orang lemah janganlah putus asa, berharaplah kepada kasih setia Tuhan.
- Orang-orang kuat kasihilah orang lemah, sebab begitulah Tuhan memperlakukan orang-orang lemah.
- Hentikanlah kepentinganmu jika itu memaksamu menindas orang lain dengan kuasamu, lalu pujilah Tuhan.
oooOOOOooo