6 Apr 2016

Bahan Khotbah: Wahyu 5 : 11 – 14


Minggu Misericordias Domini, 10 April 2016

Pujian, hormat, kemuliaan dan kuasa bagi Anak Domba Allah

Kita tahu, bahwa kitab Wahyu dituliskan pada masa-masa sulit kekristenan di bawah pemerintahan kaisar Romawi yang kejam. Ditambah lagi dengan tekanan masyarakat Yahudi yang jelas secara umum tidak menyukai pengikut Kristus. Hal-hal tersebut memberangus kebebasan pengikut Kristus dalam beribadah kepadaNya. Jangankan beribadah, menyebut nama Tuhan saja tidak disukai oleh pemerintah dan masyarakat Romawi, begitu juga dengan masyarakat Yahudi. Dalam hal ini mungkin kita bisa menarik ke kehidupan beragama kita saat ini di negara kita Indonesia. Di mana banyak saudara kita yang berlainan kepercayaan tidak menyukai kehadiran kita, terutama bila mereka mengingat apalagi melihat kita beribadah.

Keadaan ini tentunya dapat mengakibatkan frustasi bagi orang-orang Kristen pada saat itu. Kita dapat membayangkan banyaknya orang yang menjadi takut beribadah, bahkan takut menunjukkan identitasnya sebagai orang Kristen. Karena, akibat yang akan diterima sungguh sangat berat, ada yang mencatat bahwa terkadang orang Kristen diikat ke sebatang kayu dan dibakar untuk menjadi penerang ketika diadakan pertandingan antara manusia dan binatang buas pada malam hari. Pertandingan ini adalah semacam hiburan bagi kaisar dan para bangsawan.

Sungguh tidak akan cukup waktu untuk membicarakan kekejaman yang dialami oleh pengikut Kristus pada zaman sekitar kitab Wahyu ini ditulis. Namun yang menjadi penghiburan dan semangat bagi kita pada saat ini mengingat hal tersebut adalah, di tengah situasi tersebut kitab Wahyu muncul. Berarti pekerjaan Tuhan tidak berhenti di sana. Ada orang yang dipakai untuk meneguhkan iman umat sezamannya, bahkan hingga hari ini, dan kita percaya itu akan berlangsung sepanjang masa. Tuhan akan tetap memakai kita untuk memberitakan InjilNya, tidak peduli kita orang kuat atau lemah, orang bebas atau tertindas, Tuhan mampu memakai siapapun, kapanpun dan di manapun. Terkhusus di zaman kitab Wahyu ini, tentu kita mahfum bahwa yang dipakai Tuhan pada saat itu dari golongan lemah yang tertindas, dipakai memberitakan Injil dengan cara yang dahsyat, yaitu penglihatan yang penuh dengan gambaran kemuliaan Allah, meskipun umatnya dalam kondisi tertindas dan tidak mempunyai kedudukan yang dihargai di masyarakat.

Pada Why. 5:11-14 ini diberitakan bahwa Anak Domba, yang merujuk pada Yesus Kristus, tampil di hadapan berlaksa-laksa bahkan beribu-ribu laksa malaikat, empat makhluk dan dua puluh empat tua-tua. Sedikit saja yang mau saya perlihatkan di sini, yaitu tentang Allah yang mengasihi orang-orang lemah, serta janjiNya akan meninggikan orang-orang hina (seperti dalam nyanyian pujian Maria di Luk. 1:52, dan di banyak tempat lain termasuk Yak. 4:10). Ada yang menafsirkan dua puluh empat tua-tua itu sebagai lambang penggabungan dua belas suku Israel dan dua belas murid Yesus, yang dipahami dalam konsep pengutusan atau perintah pemberitaan Injil. Artinya keduapuluh empat tua-tua itu adalah jangkauan pemberitaan Injil keselamatan yang dilaksanakan dengan optimal oleh bangsa dan orang-orang yang dipilih Tuhan, keseluruhan pekerjaan Injil Tuhan di dunia ini. Nah, sekarang mari kita lihat keberadaan empat makhluk (opat parngolu, bnd. Yeh. 1:5 dst.). Keempat makhluk itu digambarkan yang pertama sama seperti singa, yang kedua sama seperti anak lembu, yang ketiga bermuka seperti manusia, yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang. Dari beberapa sumber kita diberitahu bahwa keempat makhluk itu menyimbolkan keperkasaan dan kekuatan yang ada di dunia ini. Singa mewakili hewan liar yang paling perkasa, anak lembu mewakili hewan ternak yang paling perkasa, burung nasar mewakili binantang terbang yang paling perkasa, dan manusia yang paling perkasa dari semuanya. Lalu apa yang mau kita lihat?

Bahwa semua pekerjaan Tuhan hanya akan menuju kepada satu orang, yaitu Yesus Kristus yang kita sebut Tuhan. Dan semua kuasa dan kekuatan serta keperkasaan akhirnya akan tunduk di hadapanNya, meskipun Dia digambarkan sebagai Anak Domba yang lemah dan tak punya kekuatan, yang umumnya akan patuh saja ketika akan dibawa ke penjagalan. Juga kita tahu, bahwa anak domba itu lemah dan sering menjadi mangsa binatang buas, tidak mampu melawan selain pasrah saja. Tetapi itulah janji Allah kepada umatNya, kepada yang setia kepadaNya meskipun banyak tantangan dan rintangan, bahkan kesusahan yang dialami oleh karena nama Yesus (Mat. 10:22; 24:9, dan di tempat lain), akan diberikan kemuliaan kelak.

Betapa Why. 5:11-14 ini memberi kita kekuatan pada saat lemah dan tak berdaya, juga menjadi petunjuk bagi kita untuk merendahkan diri jikapun kita sedang memiliki kuasa. Seperti pada nas Epistel pada Mzm. 30:2-13, kita tahu betapa besar kuasa dan kekuatan raja Daud, namun dia mengajak kita untuk merendahkan diri dan memuji Tuhan mengingat besarnya kasih setia dan karunia Allah kepada kita. Belas kasihan Allah kita jauh lebih besar daripada yang sanggup kita lakukan di dunia ini, sebab kekuatan manusia silih berganti, dari seorang kepada orang lain, kita tidak selamanya lemah, tidak selamanya kuat. Kasih setiaNya tetap, dari dulu hingga sekarang.

Karena itu:
  1. Orang-orang lemah janganlah putus asa, berharaplah kepada kasih setia Tuhan.
  2. Orang-orang kuat kasihilah orang lemah, sebab begitulah Tuhan memperlakukan orang-orang lemah.
  3. Hentikanlah kepentinganmu jika itu memaksamu menindas orang lain dengan kuasamu, lalu pujilah Tuhan.



oooOOOOooo