Saya mau membagikan tentang
kedatangan Kepala Biro (Kabiro) Oikumene HKBP ke sermon pelayan full-time pada hari Senin, 22 April 2013
di kantor Distrik I Tabagsel – Sumbar Regional I (Tabagsel). Beliau datang
untuk mensosialisasikan gagasan baru dari Biro Oikumene HKBP. Beliau mengemukakan kecenderungan
pelayan HKBP yang agak menarik diri dari dunia politik dengan memberikan stigma
tertentu dan menjaga khotbah-khotbah agar tidak terlalu menyentuh dunia
politik.
Lalu Kabiro menegaskan
bahwa sebenarnya seluruh aspek kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari
politik yang diidentikkan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Segala sesuatu
yang ada di sekitar kehidupan manusia (warga; termasuk jemaat) ditentukan oleh
kebijakan pemerintah. Pendidikan, ekonomi, hukum dan peradilan, keamanan dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau,
gereja hidup di dalam politik dan bergerak di dalam alur perjalanannya.
Iman kepada Kristus sebagai
Raja Gereja dan Raja Dunia mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa karya Tuhan
tidak boleh dibatasi dengan dinding gereja. “Wilayah kerja” Tuhan mencakup
seluruh dunia, dan oleh karena itu tentu ada juga di luar gereja termasuk di
dalam setiap kebijakan pemerintah. Sebab kita mengimani Yakobus 1:17, “Setiap pemberian
yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan
dari Bapa segala terang…” Gereja sebaiknya mendekatkan diri kepada politik
tanpa bermaksud untuk meleburnya, dengan tujuan yang jelas: upaya untuk menghadirkan
Syalom.
Peran politis gereja
Peran politis gereja berangkat
dari keprihatinan atas pergumulan masyarakat dan bangsa yang menjadi tantangan
bersama dan merupakan tanggungjawab bersama pula. Kesejahteraan yang masih jauh
dari kehidupan bangsa menggemakan kembali panggilan kepada gereja. Kesejahteraan
itu adalah salah satu ciri Kerajaan Allah (Syalom), dengan demikian maka mengupayakan
kesejahteraan merupakan panggilan yang bersifat teologis. Sebab kita juga
senantiasa berdoa agar Kerajaan Allah segera datang (“datanglah KerajaanMu,”
itulah doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yang kemudian disebut dengan Doa
Tuhan atau Doa Bapa Kami, Mat. 6:9-13).
Selain itu Kabiro juga
mengajukan apa yang disebut dengan teopolitis, tentang panggilan teologis untuk
masuk ke dalam dinamika proses pengambilan kebijakan untuk kebaikan bersama. Kemudian memperkenalkan Kristoteosentris, yang beberapa tahun lalu mendapatkan penghargaan
internasional.
Kabiro ditemani oleh seorang
aktivis dari Jakarta yaitu ibu Anita Lubis yang memperlengkapi presentasi yang
disampaikan oleh Kabiro dari sisi praktisnya. Beliau berbagi pengalaman dan
pengetahuan tentang politik dan tentang proses pengambilan kebijakan di pemerintahan.
Pemerintah harus melindungi dan mengupayakan kesejahteraan masyarakat sesuai
kebutuhan yang berbeda-beda dari setiap warga negara. Dalam konteks pluralisme
budaya maupun keyakinan, tentu sangat penting adanya perwakilan dari setiap warga
sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Untuk itu, maka gereja (jemaat) harus
hadir dalam proses pemilihan (pemilu maupun pemilukada) untuk menyampaikan
aspirasinya. Mengingat hal tersebut, beliau menekankan bahwa setiap warga harus
dilindungi haknya untuk mendapatkan akses menjadi pemilih. Gereja juga berkewajiban
mengingatkan jemaat untuk memperlengkapi diri dalam rangka pemilihan tersebut,
begitu juga mengingatkan unsur-unsur terkait untuk memberikan hak kepada jemaat
untuk memilih.
Selain pelayan penuh-waktu
di regional I Tabagsel, sermon dan sosialisasi ini dihadiri oleh Pengurus Parompuan
Distrik (PPD) dan ketua Persekutuan Pengurus Naposobulung Distrik (PPND), Sdr.
Jhony Frenky Simanjuntak, ST.