21 Feb 2013

Perkawinan dan Selibat



Dahulu kala, lebih dari 1700 tahun silam, seorang pemuda memutuskan untuk menjadi orang kudus. Ia meninggalkan rumahnya, keluarganya, dan segala harta miliknya. Ia mengucapkan selamat tinggal kepada sanak keluarga dan teman-temannya, menjual segala miliknya dan memberikan uang itu kepada orang-orang miskin, dan menuju padang gurun untuk menemukan Allah.

Ia menyusuri hamparan padang gurun hingga menemukan sebuah gua yang gelap. “Di sini,” pikirnya, “saya akan menyendiri bersama Allah. Di sini tidak ada sesuatupun yang dapat memisahkan saya dari Allah.”

Ia berdoa siang dan malam dalam gua yang gelap itu. Tetapi Allah mengiriminya godaan-godaan besar. Ia membayangkan semua hal-hal yang bagus dalam hidup dan ia benar-benar menginginkannya. Bagaimanapun, ia telah bertekad untuk melepaskan segala sesuatu agar dapat memiliki Allah, sebagai satu-satunya. St. Antonius dari Mesir berada dalam damai dan yang dimilikinya hanyalah Allah.

Tetapi kemudian, menurut legenda, Allah berkata, “Tinggalkanlah guamu untuk beberapa hari dan pergilah ke sebuah kota yang jauh letaknya. Carilah tukang sepatu di kota itu. Ketuklah pintunya dan tinggallah bersama dia beberapa saat.”

Petapa suci itu merasa bingung oleh perintah Allah ini. Tetapi pada pagi berikutnya, ia berangkat. Ia berjalan sehari penuh melintasi padang pasir. Ketika hari mulai malam, ia tiba di kota itu mendapati rumah tukang sepatu dan mengetuk pintunya. Seorang pria penuh senyum membukanya.

“Engkaukah tukang sepatu kota ini?” tanya petapa itu.
“Benar,” jawab tukang sepatu. Ia memperhatikan betapa lelah dan lapar tampaknya sang petapa. “Masuklah,” katanya. “Anda membutuhkan sesuatu untuk dimakan dan tempat untuk beristirahat.”

Tukang sepatu itu memanggil istrinya. Mereka menyediakannya hidangan yang lezat dan tempat tidur yang nyaman.

Petapa itu tinggal bersama keluarga tukang sepatu selama tiga hari tiga malam. Petapa mengajukan banyak pertanyaan tentang kehidupan mereka. Tetapi ia tidak mengungkapkan banyak hal tentang dirinya, walaupun demikian pasangan itu sangat ingin tahu tentang kehidupannya di padang gurun. Mereka banyak bercerita tentang dan menjadi teman akrab.

Kemudian sang petapa berpamit kepada tukang sepatu dan istrinya. Ia berjalan kembali ke gua sambil bertanya-tanya dalam hati mengapa Allah menyuruhnya mengunjungi tukang sepatu.

“Bagaimana sikap tukang sepatu itu?” Allah bertanya kepadanya setelah ia kembali di dalam gua yang gelap.
“Ia seorang pria yang sederhana,” tuturnya. “Ia mempunyai seorang istri yang akan segera melahirkan seorang anak lagi. Mereka tampaknya sangat mencintai satu sama lain. Ia mempunyai sebuah perusahaan kecil tempat ia membuat sepatu-sepatunya. Ia bekerja keras. Mereka mempunyai sebuah rumah yang sederhana. Mereka memberi uang dan makanan kepada orang-orang yang nasibnya kurang beruntung daripada mereka. Ia dan istrinya beriman teguh kepadaMu dan mereka berdoa sekurang-kurangnya sekali sehari. Mereka mempunyai banyak sahabat. Dan tukang sepatu itu gemar mengisahkan cerita jenaka.”

Allah mendengar dengan penuh perhatian. “Engkau seorang saleh yang sejati, Antonius,” kata Tuhan, “dan tukang sepatu bersama istrinya adalah juga orang-orang saleh yang sejati.”

- Brian Cavanaugh -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang kita tulis merupakan apa yang kita katakan. Apa yang kita katakan keluar dari hati. Silakan berkata-kata dengan hati, sopan dan santun.