1 Des 2012

Apakah ada bedanya?

Ada sebuah lagu dari Ebiet G Ade, liriknya begini "Apakah ada bedanya, hanya diam menunggu dengan memburu bayang-bayang?" Tidak ada bedanya, tokoh imaginasi dalam lagu itu menantikan hal yang sia-sia saja, atau memburu hal yang takkan pernah didapatkannya. Kosong.

Apakah bedanya tanggal kelahiran saya yaitu 30 September dengan tanggal kelahiran Yesus Kristus 25 Desember? Kalau ditanya, saya sungguh tidak keberatan jika anda mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya di tanggal 30 Maret, 30 April, 30 Mei, atau tanggal berapa sajalah (asal jangan 30 Februari!), apalagi jika disertai kado dengan pita di atasnya. Sungguh saya tidak keberatan :). Karena Gereja tidak menyusun suatu kalender khusus untuk merayakan hidup saya, mengikuti alur dan rentetan sejarah saya untuk membangun suatu kepercayaan kepada saya sendiri. Sehingga saya tidak mesti mematuhi tanggal lahir saya sebagai satu waktu di mana harus pada saat itu saya menerima ucapan ataupun kado, lewat dari tanggal itu tidak bisa, sebelumnya juga tidak bisa.

Memang benar, bahwa tanggal 25 Desember merupakan keputusan Gereja pada masa itu yang ingin menyelamatkan iman jemaat. Ketika itu di kerajaan Romawi, walaupun seseorang sudah menerima Kristus sebagai Juruselamatnya namun kepercayaan akan Dewa Matahari masih dihidupi. Kelahiran Dewa Matahari pada tanggal 25 Desember diperingati dengan sangat meriah dan dihidupi oleh orang Kristen masa-masa awal. Ini sangat berbahaya dan bukti bahwa iman orang Kristen di kerajaan Romawi masih belum murni. Karena itu Gereja mengadopsi tanggal tersebut dan mengganti isinya dengan peringatan akan kelahiran Tuhan Yesus. Sehingga apa yang dirayakan tentu Tuhan Yesus bukan dewa matahari, dan Tuhan Yesuslah yang diutamakan di situ, bukan tanggalnya. Jadi jika ada yang mengatakan, "Tuhan Yesuslah yang utama, bukan tanggal lahirNya," dari awal juga sudah demikian. Lalu?

Jadi benar, bukan tanggalnya yang lebih utama, melainkan Kristus sendirilah yang lebih utama. Dan dengan menuruti alur dari kalender gerejawi sebenarnya kita merayakan hidup dan pelayanan Kristus ketika di dunia. Jika kita dengan sabar mengikuti alur kalender gerejawi yang telah disusun itu maka kita bahkan akan menemukan Kristus dalam kehidupan rohani dan jasmani kita. Termasuk jasmani? Ya, karena setiap tanggal dan minggu dalam tahun liturgi gerejawi (kalender gerejawi) mempunyai spiritualitas dan mentalitas tersendiri dan tertentu. Setiap masa di dalamnya menganjurkan sikap hidup tertentu dan merefleksikan kehidupan kristiani yang sebenarnya. Jadi Natal (dan setiap momen dalam kalender gerejawi) yang tepat pada waktunya sesungguhnya menunjukkan bahwa kita patuh dan merayakan seluruh kehidupan Kristus dalam seluruh hidup kita.

Dengan itu kita ingin menjawab juga mereka yang mengatakan "kita memperingati Yesus Kristus yang sudah datang." Jadi perayaan Natal hanya ingin memperingati kedatanganNya (yang pertama), meskipun kata Natal berarti "lahir," bukan "datang." Siapakah orang Kristen yang tidak mendambakan Kristus hadir dalam hidupnya? Siapakah orang Kristen yang tidak merindukan dirinya menjalani hidup bersama-sama dengan Kristus? Salah satu cara yang dapat diajukan yaitu dengan menghidupi dan menghargai kalender gerejawi yang telah ada, sehingga kita tidak kehilangan setiap kesempatan untuk bersama-sama dengan Kristus dalam hidup kita. Seperti diterangkan juga dalam paragraf di atas, kalender gerejawi sebenarnya menghadirkan Dia yang telah datang dan akan segera kembali dalam hidup kita dan hidup Gereja.

Jadi, jikapun dikatakan supaya kita menunggu dengan sabar tanggal lahir Tuhan Yesus (atau masa Natal, 25 Desember – 5 januari), bukan mau mengutamakan tanggalnya, melainkan mau mengutamakan hidup Kristus yang utuh. Bukan dengan semena-mena terhadap tanggalnya demi alasan "Yesus yang lebih utama, bukan tanggalnya." Saya pikir dengan cara itu sebenarnya yang utama bukan Tuhan, melainkan kepentingan kita (atau persekutuan yang akan merayakannya). Untuk suatu kasus, meminjam istilah Sdr. Reinhard Lumbantobing, merayakan Natal di masa Adven merupakan penampakan "roh instanisme." Itu ceritaku, apa ceritamu? Loh, kok jadi ingat mie instan? :)

Jadi seandainya Ebiet G Ade mananyakan dalam nyanyiannya, "Apakah ada bedanya, tanggal lahirku dengan tanggal lahirNya?" Saya akan jawab: "Ada!"

Sent from my Nokia phone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang kita tulis merupakan apa yang kita katakan. Apa yang kita katakan keluar dari hati. Silakan berkata-kata dengan hati, sopan dan santun.